Minggu, 16 Desember 2012

Hubungan Aspek Fisiologis Rumah dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sambutan Tahun 2012



ABSTRAK
            Penyakit TB paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis serta Mycobacterium avium, tetapi kebanyakan TB paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa.
            Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kelembaban rumah, luas ventilasi rumah, suhu rumah, dan pencahayaan rumah dengan kejadian TB parudi wilayah kerja Puskesmas Sambutan tahun 2012. Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel 90 orang yang merupakan 50% dari populasi kepala keluarga yang pernah berobat di Puskesmas Sambutan. Cara pengambilan sampel menggunakan teknik acak.
            Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari ke empat variabel yang diteliti didapatkan bahwa luas ventilasi rumah dan pencahayaan rumah mempunyai hubungan dengan kejadian TB paru dengan p value < 0,05 yaitu masing-masing 0,02 dan 0,018 sedangkan untuk variabel kelembaban dan suhu rumah tidak mempunyai hubungan karena p value > 0,05 yaitu sebesar 0,68 dan 0,95.
Kata kunci       : Kelembaban, luas ventilasi, suhu, pencahayaan dan TB Paru.

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Lingkungan  merupakan hal yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia. Lingkungan, baik secara fisik maupun biologis, sangat berperan dalam proses terjadinya gangguan kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan halaman dan area sekitarnya yang menggunakan sebagai tempat tinggal dan sarana binaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992 ). Sedangkan rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang menumbuhkan keluarga sehat secara fisik, mental, dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif (http://www.p2kp.org/default.asp)
Lingkungan rumah adalah salah satu factor yang berperan dalam penyebaran TB (Tuberculosis). Kuman TB dapat hidup selama 1-2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban dan suhu rumah (http://ym19.blogdetik.com).
Data puskesmas Sambutan selama tiga tahun teakhir, angka penderita TB Paru yang positif masih cukup tinggi, yaitu pada tahun 2010 terdapat 21 penderita sedang pada tahun 2011 terdapat 30 penderita dan pada pertengahan tahun 2012 meningkat menjadi 41 penderita. Dan sampai saat ini belum ada penelitian yang dilakukan bila ditinjau dari aspek fisiologis terhadap kejadian TB Paru di Puskesmas Sambutan.
Dari uraian diatas, maka saya tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan aspek fisiologis rumah dengan kejadian penyakit TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas Sambutan tahun 2012.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : “apakah ada hubungan aspek fisiologis rumah dengan kejadian TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas Sambutan tahun 2012.”

C.     Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan aspek fisiologis dengan kejadian TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas Sambutan tahun 2012.

D.    Manfaat Penelitian
Penelitian tentang hubungan aspek fisiologis rumah dengan kejadian penyakit TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas Sambutan diharapkan dapat :
1.      Menjadi bahan perencanaan program penanggulangan penyakit TB di Dinas Kesehatan Kota.
2.      Menjadi bahan pertimbangan bagi puskesmas dalam menjalankan program kerja khususnya program P2M sehingga angka kejadian penyakit TB paru dapat diturunkan.
3.      Menjadi bahan acuan bagi mahasiswa FKM dalam pengembangan disiplin ilmu.
4.      Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam meningkatkan khasana ilmu pengetahuan bagi peneliti.
5.      Memudahkan peneliti berikutnya untuk meneliti masalah TB Paru dengan variabel yang berbeda.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah
2.1.1 Definisi Rumah Sehat
Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan  Permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan  tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana  lingkungan. Menurut Wicaksono, rumah adalah sebuah tempat tujuan akhir dari  manusia. Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan  sekitar, menyatukan sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang kehidupan  setiap manusia, dan menjadi bagian dari gaya hidup manusia.    
Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan cukup luas bagi  seluruh pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap penghuninya  dapat berjalan dengan baik. Lingkungan rumah juga sebaiknya terhindar dari faktor- faktor yang dapat merugikan kesehatan (Hindarto, 2007).
 Rumah sehat dapat  diartikan sebagai tempat berlindung, bernaung, dan tempat untuk beristirahat,  sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, maupun sosial (Sanropie dkk., 1989).
2.1.2 Kriteria Rumah Sehat
            Kriteria rumah sehat yang diajukan oleh dalam Entjang (2000) dan  Wicaksono (2009) yang dikutip dari Winslow antara lain:
1.      Harus dapat memenuhi kebutuhan fisiologis
2.      Harus dapat memenuhi kebutuhan psikologis
3.      Harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan
4.      Harus dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit
 Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American Public Health
Asociation (APHA), yaitu:
1.      Memenuhi kebutuhan dasar fisik
            Sebuah rumah harus dapat memenuhi kebutuhan dasar fisik, seperti:
a.       Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipelihara atau  dipertahankan temperatur lingkungan yang penting untuk mencegah  bertambahnya panas atau kehilangan panas secara berlebihan. Sebaiknya  temperatur udara dalam ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4°C dari  temperatur udara luar untuk daerah tropis. Umumnya temperatur kamar 22°C -  30°C sudah cukup segar.
b.      Rumah tersebut harus terjamin pencahayaannya yang dibedakan atas cahaya  matahari (penerangan alamiah) serta penerangan dari nyala api lainnya (penerangan buatan). Semua penerangan ini harus diatur sedemikian rupa  sehingga tidak terlalu gelap atau tidak menimbulkan rasa silau. 
c.        Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna sehingga aliran udara  segar dapat terpelihara. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai  ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)  minimum 5% luas lantai sehingga jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai
ruangan. Ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras
dan tidak terlalu sedikit.
d.      Rumah tersebut harus dapat melindungi penghuni dari gangguan bising yang  berlebihan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan baik langsung  maupun dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan yang dapat muncul  antara lain gangguan fisik seperti kerusakan alat pendengaran dan gangguan  mental seperti mudah marah dan apatis.
e.       Rumah tersebut harus memiliki luas yang cukup untuk aktivitas dan untuk anak-
anak dapat bermain. Hal ini penting agar anak mempunyai kesempatan bergerak,  bermain dengan leluasa di rumah agar pertumbuhan badannya akan lebih baik,  juga agar anak tidak bermain di rumah tetangganya, di jalan atau tempat lain  yang membahayakan.
2.      Memenuhi kebutuhan dasar psikologis
Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan dasar
psikologis penghuninya, seperti:
a.       Cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni
 Adanya ruangan khusus untuk istirahat bagi masing-masing penghuni, seperti  kamar tidur untuk ayah dan ibu. Anak-anak berumur di bawah 2 tahun masih  diperbolehkan satu kamar tidur dengan ayah dan ibu. Anak-anak di atas 10 tahun  laki-laki dan perempuan tidak boleh dalam satu kamar tidur. Anak-anak di atas  17 tahun mempunyai kamar tidur sendiri.
b.      Ruang duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan keluarga, dimana  anak-anak sambil makan dapat berdialog langsung dengan orang tuanya.
c.       Dalam memilih letak tempat tinggal, sebaiknya di sekitar tetangga yang memiliki
tingkat ekonomi yang relatif sama, sebab bila  bertetangga dengan orang yang
lebih kaya atau lebih miskin akan menimbulkan tekanan batin.
d.      Dalam meletakkan kursi dan meja di ruangan jangan sampai menghalangi lalu  lintas dalam ruangan
e.       W.C.  (Water Closet) dan kamar mandi harus ada dalam suatu rumah dan
terpelihara kebersihannya. Biasanya orang tidak senang atau gelisah bila terasa
ingin buang air besar tapi tidak mempunyai W.C. sendiri karena harus antri di
W.C. orang lain atau harus buang air besar di tempat terbuka seperti sungai atau kebun.
f. Untuk memperindah pemandangan, perlu ditanami tanaman hias, tanaman bunga  yang kesemuanya diatur, ditata, dan dipelihara secara rapi dan bersih,sehingga  menyenangkan bila dipandang.
3. Melindungi dari penyakit
Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi  penghuninya dari kemungkinan penularan penyakit atau zat-zat yang membahayakan  kesehatan. Dari segi ini, maka rumah yang sehat adalah rumah yang di dalamnya  tersedia air bersih yang cukup dengan sistem perpipaan seperti sambungan atau pipa  dijaga jangan sampai sampai bocor sehingga tidak tercemar oleh air dari tempat lain.  Rumah juga harus terbebas dari kehidupan serangga dan tikus, memiliki tempat  pembuangan sampah, pembuangan air limbah serta pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan.

4. Melindungi dari kemungkinan kecelakaan
 Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni  dari kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan. Termasuk dalam persyaratan  ini antara lain bangunan yang kokoh, tangga yang tidak terlalu curam dan licin,  terhindar dari bahaya kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak menyebabkan  keracunan gas bagi penghuni, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya (Azwar, 1990; CDC, 2006; Sanropie, 1989).

2.2  TB Paru
2.2.1        Pengertian TB Paru
TB Paru ialah suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan  oleh basil Mycobacterium tuberculosae.  Sebagian besar basil  Mycobacterium
tuberculosae masuk ke dalam jaringan paru melalui  airborne infection dan  selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon.
2.2.2        Morfologi dan Fisiologi Kuman TB Paru
Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk batang tipis, agak
bengkok, bergranular, berpasangan yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop.  Panjangnya 1- 4 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,6 mikron. Basil tuberkulosis akan  tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37°C dengan tingkat pH optimal (pH 6,4-7,0). Untuk membelah dari 1-2  kuman membutuhkan waktu 14-20 jam.
Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak lebih dari 30% berat dinding kuman,  asam strearat, asam mikolik,  mycosides,  sulfolipid serta  Cord factor  dan  protein  terdiri dari tuberkuloprotein (tuberkulin). TB Paru pada orang dewasa biasanya  disebabkan oleh reaktivasi  infeksi sebelumnya sedangkan pada anak-anak  menunjukkan penularan aktif M. tuberculosis.
2.2.3        Patogenesis
Penyebaran TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius  yang keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi percikan yang  sangat kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang di udara yang dihirup oleh  penderita lain. Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan durasi  kontak serta derajat infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang berada  dengan penderita, makin banyak kuman TB yang mungkin akan dihirupnya.


BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan rancang penelitian potong lintang, yaitu untuk mengetahui kelembaban, luas ventilasi, suhu dan pencahayaan dengan kejadian TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas Sambutan.

B.     Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas Sambutan  di Kota Samarinda. Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus 2012

C.     Populasi dan Sampel
1.      Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua kepala keluarga yang pernah berobat di Puskesmas Sambutan selama tahun 2012 yaitu sebanyak 187 kepala keluarga.
2.      Sampel Penelitian
Mengenai besar kecilnya sampel yang harus diambil untuk sebuah penelitian, memang tidak ada ketentuan yang pasti (Narbuko dan Achmadi, 2007). Dalam penelitian ini peneliti menetapkan besar sampel adalah 50% dari populasi kepala keluarga, jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 90 kepala keluarga.
Cara pengambilan sampel menggunakan teknik acak berstrata yaitu dengan cara mengelompokkan sampel dalam strata agar tampak lebih homogen berdasarkan jenis rumah yaitu tidak permanen, semi permanen, permanen dengan menggunakan perhitungan pengambilan sampel secara proporsional.

D.    Instrument penelitian
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka digunakan instrumen penelitian berupa :

1.      Thermometer ruangan
2.      Hygrometer
3.      Rolemeter
4.      Lux meter

E.     Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, digunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :
1.      Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui :
a.       Observasi, yang dilaksanakan dengan mengadakan pengamatan secara lengsung mengenai masalah yang diteliti dan fenomena-fenomena yang mempunyai relevansi terhadap masalah yang diteliti.
b.      Pengukuran suhu ruangan, dimaksudkan untuk mengetahui suhu yang ada dalam ruangan tersebut apakah memenuhi standar kesehatan atau tidak. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur suhu ruangan adalah Thermometer ruangan.
c.       Pengukuran kelembaban udara, dimaksudkan untuk mengetahui kadar kelembaban udara yang terdapat dalam ruangan. Untuk mengukur kadar kelembaban udara dalam ruangan digunakan alat yang disebut Hygrometer.
d.      Pengukuran luas jendela rumah, dimaksudkan untuk mengetahui luas ventilasi rumah sehingga diketahui sirkulasi udara dalam ruangan. Alat yang digunakan untuk mengukur luas jendela ventilasi adalah Rolemeter.
e.       Pengukuran pencahayaan, dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya cahaya yang masuk kedalam ruangan. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur pencahayaan adalah Lux meter.
2.      Data sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari ruangan balai pengobatan umum pada puskesmas Sambutan berupa daftar kunjungan pasien selama bulan Januari 2012 sampai Juli 2012 serta alamat lengkap pasien.


F.      Variabel Penelitian
1.      Variabel Independen (bebas)
a.       Kelembaban udara
b.      Ventilasi rumah
c.       Suhu rumah
d.      Pencahayaan rumah
2.      Variabel Dependen (terikat)
Kejadian TB Paru

G.    Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif berdasarkan Kep Menkes No. 829/ Menkes/ SK/ VII/ 1999 tentang :
1.      Kelembaban
Adalah kondisi jumlah kadar air dalam udara yang terdapat dalam ruangan rumah, diukur dengan hygrometer.
Skala                     : Nominal
Kriteria Objektif   :
a.       Memenuhi syarat                     : bila kelembaban 40-70%
b.      Tidak memenuhi syarat           : bila <40 atau > 70%
2.      Ventilasi
Adalah sarana lubang rumah untuk pertukaran udara.
Skala                     : Nominal
Kriteria Objektif   :
a.       Memenuhi syarat                     : bila kondisi ventilasi ≥ 10% dari luas lantai
b.      Tidak memenuhi syarat           : bila kondisi ventilasi < 10% dari luas lantai
3.      Suhu ruangan
Adalah kondisi temperatur dalam rumah yang diukur berdasarkan thermometer ruangan.
Skala                     : Nominal
Kriteria Objektif   :
a.       Memenuhi syarat                     : bila suhu 18-30 derajat celcius
b.      Tidak memenuhi syarat           : bila < 18 atau > 30 derajat celcius
4.      Pencahayaan
Adalah penerangan alamiah atau cahaya matahari yang terdapat didalam rumah yang diukur dengan alat lux meter (Depkes RI 2007)
Skala                     : Nominal
Kriteria Objektif   :
a.       Memenuhi syarat                     : bila 50-60 lux
b.      Tidak memenuhi syarat           : bila <50 atau > 60 lux
5.      TB Paru
TB Paru merupakan suatu penyakit yang menyerang paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosa. Adapun TB Paru sendiri merupakan sendiri merupakan penyakit yang menular (Misnadiarly, 2006).
Skala                     : Nominal
Kriteria Objektif   :
a.       TB Paru (+), jika pada pemeriksaan dahak laboratorium hasilnya BTA positif
b.      TB Paru (-), jika pada pemeriksaan dahak laboratorium hasilnya BTA negative

H.    Teknik Pengolahan dan Analisa Data
1.      Pengolahan data
Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data dengan bantuan program SPSS versi 18,0 dan Efi Info dengan tahapan sebagai berikut :
a.       Editing data
b.      Coding data
c.       Entri data
d.      Cleaning data
2.      Analisa data
a.       Analisa Univariat
b.      Analisa bivariat








           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar