ABSTRAK
Penyakit
TB paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis serta Mycobacterium avium, tetapi kebanyakan
TB paru disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosa.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan kelembaban rumah, luas ventilasi rumah, suhu rumah,
dan pencahayaan rumah dengan kejadian TB parudi wilayah kerja Puskesmas Sambutan
tahun 2012. Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel 90 orang yang merupakan 50%
dari populasi kepala keluarga yang pernah berobat di Puskesmas Sambutan. Cara
pengambilan sampel menggunakan teknik acak.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa dari ke empat variabel yang diteliti didapatkan bahwa luas ventilasi
rumah dan pencahayaan rumah mempunyai hubungan dengan kejadian TB paru dengan p
value < 0,05 yaitu masing-masing 0,02 dan 0,018 sedangkan untuk variabel kelembaban
dan suhu rumah tidak mempunyai hubungan karena p value > 0,05 yaitu sebesar
0,68 dan 0,95.
Kata
kunci : Kelembaban, luas ventilasi,
suhu, pencahayaan dan TB Paru.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lingkungan
merupakan hal yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia.
Lingkungan, baik secara fisik maupun biologis, sangat berperan dalam proses
terjadinya gangguan kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan
halaman dan area sekitarnya yang menggunakan sebagai tempat tinggal dan sarana
binaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992 ). Sedangkan rumah sehat adalah
bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan
keluarga yang menumbuhkan keluarga sehat secara fisik, mental, dan sosial,
sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif (http://www.p2kp.org/default.asp)
Lingkungan rumah
adalah salah satu factor yang berperan dalam penyebaran TB (Tuberculosis). Kuman TB dapat hidup
selama 1-2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung
ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban dan suhu rumah (http://ym19.blogdetik.com).
Data puskesmas Sambutan selama tiga tahun teakhir,
angka penderita TB Paru yang positif masih cukup tinggi, yaitu pada tahun 2010
terdapat 21 penderita sedang pada tahun 2011 terdapat 30 penderita dan pada
pertengahan tahun 2012 meningkat menjadi 41 penderita. Dan sampai saat ini
belum ada penelitian yang dilakukan bila ditinjau dari aspek fisiologis
terhadap kejadian TB Paru di Puskesmas Sambutan.
Dari uraian diatas, maka saya tertarik untuk
melakukan penelitian tentang hubungan aspek fisiologis rumah dengan kejadian
penyakit TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas Sambutan tahun 2012.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah : “apakah ada hubungan aspek fisiologis
rumah dengan kejadian TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas Sambutan tahun 2012.”
C. Tujuan
Penelitian
Untuk mengetahui hubungan aspek fisiologis dengan
kejadian TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas Sambutan tahun 2012.
D. Manfaat
Penelitian
Penelitian tentang hubungan aspek fisiologis rumah
dengan kejadian penyakit TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas Sambutan diharapkan
dapat :
1. Menjadi
bahan perencanaan program penanggulangan penyakit TB di Dinas Kesehatan Kota.
2. Menjadi
bahan pertimbangan bagi puskesmas dalam menjalankan program kerja khususnya
program P2M sehingga angka kejadian penyakit TB paru dapat diturunkan.
3. Menjadi
bahan acuan bagi mahasiswa FKM dalam pengembangan disiplin ilmu.
4. Menambah
wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam meningkatkan khasana ilmu pengetahuan
bagi peneliti.
5. Memudahkan
peneliti berikutnya untuk meneliti masalah TB Paru dengan variabel yang
berbeda.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Rumah
2.1.1
Definisi Rumah Sehat
Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992
tentang Perumahan dan Permukiman,
perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
Menurut Wicaksono, rumah adalah sebuah tempat tujuan akhir dari manusia. Rumah menjadi tempat berlindung dari
cuaca dan kondisi lingkungan sekitar,
menyatukan sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang kehidupan setiap manusia, dan menjadi bagian dari gaya
hidup manusia.
Rumah harus dapat mewadahi kegiatan
penghuninya dan cukup luas bagi seluruh
pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap penghuninya dapat berjalan dengan baik. Lingkungan rumah
juga sebaiknya terhindar dari faktor- faktor yang dapat merugikan kesehatan
(Hindarto, 2007).
Rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat berlindung, bernaung,
dan tempat untuk beristirahat, sehingga
menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, maupun sosial (Sanropie
dkk., 1989).
2.1.2
Kriteria Rumah Sehat
Kriteria
rumah sehat yang diajukan oleh dalam Entjang (2000) dan Wicaksono (2009) yang dikutip dari Winslow
antara lain:
1. Harus
dapat memenuhi kebutuhan fisiologis
2. Harus
dapat memenuhi kebutuhan psikologis
3. Harus
dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan
4. Harus
dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit
Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat
menurut American Public Health
Asociation
(APHA), yaitu:
1. Memenuhi
kebutuhan dasar fisik
Sebuah
rumah harus dapat memenuhi kebutuhan dasar fisik, seperti:
a. Rumah
tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipelihara atau dipertahankan temperatur lingkungan yang
penting untuk mencegah bertambahnya
panas atau kehilangan panas secara berlebihan. Sebaiknya temperatur udara dalam ruangan harus lebih
rendah paling sedikit 4°C dari temperatur
udara luar untuk daerah tropis. Umumnya temperatur kamar 22°C - 30°C sudah cukup segar.
b. Rumah
tersebut harus terjamin pencahayaannya yang dibedakan atas cahaya matahari (penerangan alamiah) serta penerangan
dari nyala api lainnya (penerangan buatan). Semua penerangan ini harus diatur
sedemikian rupa sehingga tidak terlalu
gelap atau tidak menimbulkan rasa silau.
c. Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang
sempurna sehingga aliran udara segar
dapat terpelihara. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi
insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum
5% luas lantai sehingga jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai
ruangan. Ini diatur
sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras
dan tidak terlalu
sedikit.
d. Rumah
tersebut harus dapat melindungi penghuni dari gangguan bising yang berlebihan karena dapat menyebabkan gangguan
kesehatan baik langsung maupun dalam
jangka waktu yang relatif lama. Gangguan yang dapat muncul antara lain gangguan fisik seperti kerusakan
alat pendengaran dan gangguan mental
seperti mudah marah dan apatis.
e. Rumah
tersebut harus memiliki luas yang cukup untuk aktivitas dan untuk anak-
anak dapat bermain. Hal
ini penting agar anak mempunyai kesempatan bergerak, bermain dengan leluasa di rumah agar
pertumbuhan badannya akan lebih baik, juga
agar anak tidak bermain di rumah tetangganya, di jalan atau tempat lain yang membahayakan.
2. Memenuhi
kebutuhan dasar psikologis
Rumah harus dibangun
sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan dasar
psikologis penghuninya,
seperti:
a. Cukup
aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni
Adanya ruangan khusus untuk istirahat bagi
masing-masing penghuni, seperti kamar
tidur untuk ayah dan ibu. Anak-anak berumur di bawah 2 tahun masih diperbolehkan satu kamar tidur dengan ayah dan
ibu. Anak-anak di atas 10 tahun laki-laki
dan perempuan tidak boleh dalam satu kamar tidur. Anak-anak di atas 17 tahun mempunyai kamar tidur sendiri.
b. Ruang
duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan keluarga, dimana anak-anak sambil makan dapat berdialog
langsung dengan orang tuanya.
c. Dalam
memilih letak tempat tinggal, sebaiknya di sekitar tetangga yang memiliki
tingkat ekonomi yang
relatif sama, sebab bila bertetangga
dengan orang yang
lebih kaya atau lebih
miskin akan menimbulkan tekanan batin.
d. Dalam
meletakkan kursi dan meja di ruangan jangan sampai menghalangi lalu lintas dalam ruangan
e. W.C. (Water Closet) dan kamar mandi harus ada
dalam suatu rumah dan
terpelihara
kebersihannya. Biasanya orang tidak senang atau gelisah bila terasa
ingin buang air besar
tapi tidak mempunyai W.C. sendiri karena harus antri di
W.C. orang lain atau
harus buang air besar di tempat terbuka seperti sungai atau kebun.
f. Untuk memperindah
pemandangan, perlu ditanami tanaman hias, tanaman bunga yang kesemuanya diatur, ditata, dan
dipelihara secara rapi dan bersih,sehingga menyenangkan bila dipandang.
3.
Melindungi dari penyakit
Rumah
tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuninya dari kemungkinan penularan
penyakit atau zat-zat yang membahayakan kesehatan.
Dari segi ini, maka rumah yang sehat adalah rumah yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup dengan sistem
perpipaan seperti sambungan atau pipa dijaga
jangan sampai sampai bocor sehingga tidak tercemar oleh air dari tempat lain. Rumah juga harus terbebas dari kehidupan
serangga dan tikus, memiliki tempat pembuangan
sampah, pembuangan air limbah serta pembuangan tinja yang memenuhi syarat
kesehatan.
4.
Melindungi dari kemungkinan kecelakaan
Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga
dapat melindungi penghuni dari
kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan. Termasuk dalam persyaratan ini antara lain bangunan yang kokoh, tangga
yang tidak terlalu curam dan licin, terhindar
dari bahaya kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak menyebabkan keracunan gas bagi penghuni, terlindung dari kecelakaan
lalu lintas, dan lain sebagainya (Azwar, 1990; CDC, 2006; Sanropie, 1989).
2.2 TB
Paru
2.2.1
Pengertian TB Paru
TB
Paru ialah suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosae. Sebagian besar basil Mycobacterium
tuberculosae masuk ke
dalam jaringan paru melalui airborne
infection dan selanjutnya mengalami
proses yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon.
2.2.2
Morfologi dan Fisiologi Kuman TB Paru
Basil
tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk batang tipis, agak
bengkok, bergranular,
berpasangan yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Panjangnya 1- 4 mikron dan lebarnya antara
0,3-0,6 mikron. Basil tuberkulosis akan tumbuh
secara optimal pada suhu sekitar 37°C dengan tingkat pH optimal (pH 6,4-7,0).
Untuk membelah dari 1-2 kuman
membutuhkan waktu 14-20 jam.
Kuman
tuberkulosis terdiri dari lemak lebih dari 30% berat dinding kuman, asam strearat, asam mikolik, mycosides,
sulfolipid serta Cord factor dan
protein terdiri dari
tuberkuloprotein (tuberkulin). TB Paru pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh reaktivasi infeksi sebelumnya sedangkan pada anak-anak menunjukkan penularan aktif M. tuberculosis.
2.2.3
Patogenesis
Penyebaran
TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius yang keluar bersama batuk, bersin dan bicara
dengan memproduksi percikan yang sangat
kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang di udara yang dihirup oleh penderita lain. Faktor utama dalam perjalanan
infeksi adalah kedekatan dan durasi kontak
serta derajat infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang berada dengan penderita, makin banyak kuman TB yang
mungkin akan dihirupnya.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik
dengan rancang penelitian potong lintang, yaitu untuk mengetahui kelembaban,
luas ventilasi, suhu dan pencahayaan dengan kejadian TB Paru di Wilayah kerja
Puskesmas Sambutan.
B. Lokasi
dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas Sambutan di Kota Samarinda. Penelitian dilaksanakan
selama bulan Agustus 2012
C. Populasi
dan Sampel
1. Populasi
Penelitian
Populasi
dalam penelitian ini adalah semua kepala keluarga yang pernah berobat di
Puskesmas Sambutan selama tahun 2012 yaitu sebanyak 187 kepala keluarga.
2. Sampel
Penelitian
Mengenai
besar kecilnya sampel yang harus diambil untuk sebuah penelitian, memang tidak
ada ketentuan yang pasti (Narbuko dan Achmadi, 2007). Dalam penelitian ini
peneliti menetapkan besar sampel adalah 50% dari populasi kepala keluarga, jadi
jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 90 kepala keluarga.
Cara
pengambilan sampel menggunakan teknik acak berstrata yaitu dengan cara
mengelompokkan sampel dalam strata agar tampak lebih homogen berdasarkan jenis
rumah yaitu tidak permanen, semi permanen, permanen dengan menggunakan
perhitungan pengambilan sampel secara proporsional.
D. Instrument
penelitian
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini, maka digunakan instrumen penelitian berupa :
1. Thermometer
ruangan
2. Hygrometer
3. Rolemeter
4. Lux
meter
E. Teknik
Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini, digunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :
1. Data
Primer
Yaitu data yang
diperoleh langsung dari lapangan melalui :
a. Observasi,
yang dilaksanakan dengan mengadakan pengamatan secara lengsung mengenai masalah
yang diteliti dan fenomena-fenomena yang mempunyai relevansi terhadap masalah
yang diteliti.
b. Pengukuran
suhu ruangan, dimaksudkan untuk mengetahui suhu yang ada dalam ruangan tersebut
apakah memenuhi standar kesehatan atau tidak. Adapun alat yang digunakan untuk
mengukur suhu ruangan adalah Thermometer
ruangan.
c. Pengukuran
kelembaban udara, dimaksudkan untuk mengetahui kadar kelembaban udara yang
terdapat dalam ruangan. Untuk mengukur kadar kelembaban udara dalam ruangan
digunakan alat yang disebut Hygrometer.
d. Pengukuran
luas jendela rumah, dimaksudkan untuk mengetahui luas ventilasi rumah sehingga
diketahui sirkulasi udara dalam ruangan. Alat yang digunakan untuk mengukur
luas jendela ventilasi adalah Rolemeter.
e. Pengukuran
pencahayaan, dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya cahaya yang masuk kedalam
ruangan. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur pencahayaan adalah Lux meter.
2. Data
sekunder
Yaitu
data yang diperoleh dari ruangan balai pengobatan umum pada puskesmas Sambutan
berupa daftar kunjungan pasien selama bulan Januari 2012 sampai Juli 2012 serta
alamat lengkap pasien.
F. Variabel
Penelitian
1. Variabel
Independen (bebas)
a. Kelembaban
udara
b. Ventilasi
rumah
c. Suhu
rumah
d. Pencahayaan
rumah
2. Variabel
Dependen (terikat)
Kejadian TB Paru
G. Defenisi
Operasional dan Kriteria Objektif
Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
berdasarkan Kep Menkes No. 829/ Menkes/ SK/ VII/ 1999 tentang :
1. Kelembaban
Adalah
kondisi jumlah kadar air dalam udara yang terdapat dalam ruangan rumah, diukur
dengan hygrometer.
Skala : Nominal
Kriteria Objektif :
a. Memenuhi
syarat : bila
kelembaban 40-70%
b. Tidak
memenuhi syarat : bila <40
atau > 70%
2. Ventilasi
Adalah sarana lubang
rumah untuk pertukaran udara.
Skala : Nominal
Kriteria Objektif :
a. Memenuhi
syarat : bila kondisi
ventilasi ≥ 10% dari luas lantai
b. Tidak
memenuhi syarat : bila kondisi
ventilasi < 10% dari luas lantai
3. Suhu
ruangan
Adalah
kondisi temperatur dalam rumah yang diukur berdasarkan thermometer ruangan.
Skala : Nominal
Kriteria Objektif :
a. Memenuhi
syarat : bila suhu
18-30 derajat celcius
b. Tidak
memenuhi syarat : bila < 18
atau > 30 derajat celcius
4. Pencahayaan
Adalah
penerangan alamiah atau cahaya matahari yang terdapat didalam rumah yang diukur
dengan alat lux meter (Depkes RI 2007)
Skala : Nominal
Kriteria Objektif :
a. Memenuhi
syarat : bila 50-60
lux
b. Tidak
memenuhi syarat : bila <50
atau > 60 lux
5. TB
Paru
TB
Paru merupakan suatu penyakit yang menyerang paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosa. Adapun TB Paru sendiri merupakan sendiri merupakan
penyakit yang menular (Misnadiarly, 2006).
Skala : Nominal
Kriteria Objektif :
a. TB
Paru (+), jika pada pemeriksaan dahak laboratorium hasilnya BTA positif
b. TB
Paru (-), jika pada pemeriksaan dahak laboratorium hasilnya BTA negative
H. Teknik
Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan
data
Setelah
data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data dengan bantuan program SPSS
versi 18,0 dan Efi Info dengan tahapan sebagai berikut :
a. Editing
data
b. Coding
data
c. Entri
data
d. Cleaning
data
2. Analisa
data
a. Analisa
Univariat
b. Analisa
bivariat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar