ABSTRAK
Latar
belakang, penyakit cacing atau yang lebih dikenal dengan kecacingan adalah
merupakan masalah kesehatah di Indonesia karena tingginya angka kesakitan
sering pula menimbulkan dampak kesehatan masyarakat yaitu suatu kejadian anemia
dan nilai produktivitas. Penyakit ini banyak menyerang pada balita dan
anak-anak usia sekolah dasar terutama yang tinggal di pedesaan dan daerah kumuh
perkotaan.
Tujuan
penelitian, untuk mengetahui faktor perilaku tentang kebersihan diri
berhubungan dengan status kecacingan pada murid SD 029 Kecamatan Samarinda
Seberang tahun 2012.
Metode
penelitian, adalah analitik dengan rancangan Cross Sectional, sampelnya adalah
seluruh siswa kelas I sampai dengan kelas VI dan besaran sampel sebanyak 69
orang. Lokasi penelitiannya adalah di SD 029 Kecamatan Samarinda Seberang.
Penelitian menggunakan uji chi-square.
Hasil
penelitian, didapatkan prevalensi kecacingan adalah 59,4% positif kecacingan.
Dari hasil uji chi square faktor kebiasaan pemakaian alas kaki terdapat
hubungan dengan status kecacingan dengan nilai-p sebesar 0.026, kebiasaan mencuci tangan terdapat hubungan dengan
status kecacingan mempunyai nilai-p
sebesar 0,032 sedangkan kebiasaan pemakaian jamban tidak ada hubungan dengan
status kecacingan karena nilai-p
0,225>0,05.
Kesimpulan
dan saran penelitian ini diharapkan adanya penyuluhan, pencegahan, pengobatan
kecacingan penyediaan sarana air bersih di sekolah serta perlunya membiasakan
hidup bersih dan sehat.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Untuk
tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yakni terwujudnya
Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, Puskesmas bertanggung jawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat,
yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama (Depkes RI, 2006).
Kecacingan
masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena disamping tingginya
angka kesakitan sering pula menimbulkan dampak kesehatan masyarakat yaitu suatu
kejadian anemia dan nilai produktivitas. Dalam pengamatan epidemologis dianggap
ada peningkatan yang bermakna pada suatu kelompok masyarakat dalam kurun waktu
tertentu sehingga dapat mengakibatkan sumber daya manusia yang tidak handal di
kalangan masyarakat serta menimbulkan dampak politik dan ekonomi pada beberapa
daerah (Depkes RI, 2002)
Masih
tingginya angka kesakitan kecacingan disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain karena kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi yang belum
memuaskan, kepadatan penduduk, keadaan sosial ekonomi maupun pendidikan dan
perilaku masyarakat yang secara langsung mempengaruhi kejadian kecacingan,
diantaranya mencuci tangan, memakai alas kaki, kebersihan kuku. Disamping belum
dilaksanakannya tatalaksana penderita kecacingan yang standar secara konsisten
serta belum membudayanya pencegahan ditingkat rumah tangga dan sekolah belum
optimal.
Daerah
yang sering terjadi kejadian kecacingan yang tinggi biasanya terjadi didaerah
yang padat penduduk dan kumuh dengan kondisi sanitasi yang kurang baik,
pertambangan, termasuk di Kecamatan Samarinda Seberang dimana banyak
pertambangan batu bara, industri, dan daerah yang fasilitas sanitasi yang masih
kurang serta tingkat kesadaran kebersihan lingkungan yang masih kurang.
Sehingga inilah yang mendorong peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan faktor perilaku tentang kebersihan diri dengan status
kecacingan pada murid SD 029 Kecamatan Samarinda Seberang.
B. Rumusan
Masalah
“
Apakah faktor perilaku tentang kebersihan diri berhubungan dengan status
kecacingan pada murid SD 029 Kecamatan Samarinda Seberang tahun 2012 ?”
C. Tujuan
Penelitian
Untuk
mengetahui faktor perilaku tentang kebersihan diri berhubungan dengan status
kecacingan pada murid SD 029 Kecamatan Samarinda Seberang.
D. Manfaat
Penelitian
1. Manfaat
bagi peneliti
Diharapkan dapat
menambah pengetahuan dan menambah wawasan melalui penelitian lapangan.
2. Manfaat
bagi Dinas Kesehatan Kota Samarinda
Penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan masukan guna
pengambilan keputusan dalam upaya pencegahan pemberantasan kecacingan khususnya
pengelola program P2M maupun Pembina UKS di Puskesmas Kecamatan Samarinda
Seberang dan Dinas Kesehatan Kota Samarinda.
3. Manfaat
pada ilmu pengetahuan
Penelitian ini
diharapkan menjadi bahan acuan dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Penyakit Cacingan
Cacing merupakan salah satu parasit pada
manusia dan hewan yang sifatnya merugikan
dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk Nematoda usus. Sebagian besar dari
Nematoda ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia.
Diantara Nematoda usus tedapat sejumlah
spesies yang penularannya melalui tanah (Soil Transmitted Helminths) diantaranya
yang tersering adalah Ascaris
lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan
Trichuris trichiura (Gandahusada,
2000).
2.1.2
Patofisiologi
Gangguan yang disebabkan oleh cacing
dewasa biasanya ringan. Dapat berupa gangguan usus ringan seperti mual, nafsu
makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada
anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan (malabsorbtion). Keadaan
yang serius, bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus (Ileus
obstructive).
Selain itu menurut Effendy yang dikutip
Surat Keputusan Menteri Kesehatan (2006)
gangguan juga dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada dinding
alveolus yang disebut Sindroma Loeffler.
2.1.3
Gejala Klinis dan Diagnosis
Gejala cacingan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain.
Pada permulaan mungkin ada batuk-batuk
dan eosinofilia. Anak yang menderita
cacingan biasanya lesu, tidak bergairah dan kurang konsentrasi belajar. Pada anak-anak yang menderita Ascariasis
lumbricoides perutnya tampak buncit, perut
sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Biasanya anak masih dapat
beraktivitas walau sudah mengalami
penuruanan kemampuan belajar dan produktivitas. Pemeriksaan tinja sangat diperlukan untuk ketepatan
diagnosis yaitu dengan menemukan
telur-telur cacing di dalam tinja
tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi (Menteri
Kesehatan, 2006).
2.1.4
Epidemiologi
Telur
A. lumbricoides keluar bersama
tinja, pada tanah yang lembab dan tidak terkena sinar matahari langsung telur
tersebut berkembang menjadi bentuk infektif. Infeksi
A. lumbricoides terjadi bila
telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan dapat
pula melalui tangan yang kotor (Menteri Kesehatan, 2006).
2.2.
Perilaku
2.1.1.
Defenisi Perilaku
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi
individu terhadap rangsangan atau lingkungan
(Depdiknas, 2005). Dari pandangan biologis perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang
bersangkutan. Robert Kwick (1974),
menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan
dapat dipelajari. (dikutip dari Notoatmodjo, 2003).
Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus/ rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya organisme. Dan kemudian
organisme tersebut merespon, maka teori
Skinner ini disebut “S-O-R” atau stimulus-organisme-respon.
2.1.2.
Klasifikasi perilaku
Menurut Skinner (1938), dilihat dari
bentuk respon terhadap stimulus maka perilaku
dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a). Perilaku tertutup
Respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi
terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran
dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan
belum dapat diamati secara jelas.
b).
Perilaku terbuka
Respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon
terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dengan mudah
dipelajari.
Menurut Notoatmodjo (1993) bentuk operasional
dari perilaku dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
1. Perilaku
dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.
2. Perilaku
dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar. Dalam hal ini lingkungan berperan dalam
membentuk perilaku manusia yang ada di
dalamnya. Sementara itu lingkungan terdiri dari, lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang
bersifat fisik dan akan mencetak
perilaku manusia sesuai dengan sifat dan keadaaan alam tersebut.
Sedangkan lingkungan
yang kedua adalah lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan perilaku manusia.
3. Perilaku
dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa perbuatan atau action terhadap situasi atau rangsangan dari
luar.
Klasifikasi
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan
(health related behaviour) menurut Becker (1979, dikutip dari Notoatmodjo,
2003) sebagai berikut:
1.
Perilaku kesehatan, yaitu tindakan
seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
2.
Perilaku sakit, yakni segala tindakan
seseorang yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya termasuk
juga pengetahuan individu untuk mengidentifikasi
penyakit, serta usaha mencegah penyakit tersebut.
3.
Perilaku peran sakit, yakni segala
tindakan seseorang yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik
dengan rancangan cross sectional, yaitu
suatu penelitian untuk mempelajari hubungan antara factor resiko dengan efek,
dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada waktu
yang bersamaan.
B.
Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
penelitian :
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar 029
yang berada di Kelurahan Suka Maju yang merupakan wilayah padat penduduk,
daerah dataran, dekat dengan lokasi tambang batu bara, dengan fasilitas
sanitasi yang kurang baik.
2. Waktu
Penelitian
Penelitian dilakukan selama satu bulan yang
dilaksanakan pada bulan desember 2012
C. Populasi
dan Sampel
1. Populasi
Penelitian
Populasi dalam
penelitian adalah murid-murid sekolah dasar 029 Kecamatan Samarinda Seberang
2. Sampel
Penelitian
Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini dengan metode total populasi yaitu memeriksa sampel
tinja dari seluruh murid kelas I sampai dengan kelas VI.
D. Variable
Penelitian
Variablel
yang dimaksud adalah variable yang mempengaruhi terjadinya kecacingan.
1. Variable
bebas :
a. Tidak
memakai alas kaki
b. Tidak
mencuci tangan
c. Tidak
BAB di jamban
2. Variable
terikat
Status Kecacingan
E. Defenisi
Operasional dan kriteria Objektif
1. Kecacingan
Adalah kondisi
ditemukannya telur cacing pada feses penderita.
Kriteria objektif :
Kecacingan : Hasil pemeriksaan laboratorium
positif
Tidak kecacingan : Hasil pemeriksaan laboratorium negative
2. Pemakaian
alas kaki
Adalah kebiasaan
menggunakan alas kaki dalam aktivitas sehari-hari, seperti ke sekolah, bermaian
di luar rumah.
Kriteria objektif :
Berisiko : Bila tidak memakai alas kaki
ketika keluar rumah
Tidak berisiko : Bila memakai alas kaki ketika keluar
rumah
3. Mencuci
tangan
Adalah kebiasaan
mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan setelah bermain dan sesudah buang
air besar dengan menggunakan sabun.
Kriteria objektif :
Berisiko : Bila tidak mencuci tangan terlebih
dahulu setelah melakukan
aktivitas seperti sebelum
makan, setelah buang air besar dan setelah bermain.
Tidak berisiko : Bila mencuci tangan terlebih dahulu
setelah melakukan aktivitas
Seperti sebelum makan,
setelah buang air besar, dan setelah bermain.
4. Kebiasaan
buang air besar di jamban atau WC
Adalah kebiasaan buang
air besar (kotoran) di jamban atau WC
Kriteria objektif :
Berisiko : Bila tidak buang air besar di
jamban atau WC
Tidak berisiko : Bila membuang air besar di jamban atau
WC
F. Instrumen
Penelitian
1. Kuisioner
digunakan pada saat wawancara dengan responden
2. Alat
atau bahan untuk penelitian laboratorium
a. Lidi
b. Kaca
benda
c. Kaca
penutup
d. Tinja
yang diperiksa
e. Mikroskop
G. Metode
pengumpulan data
Data
yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
H. Metode
pengolahan data dan analisis data
1. Pengolaha
data
Data yang telah
dikumpulkan selanjutnya diolah menggunakan komputer program SPSS.
2. Analisis
data
a. Analisis
Univariat
Analisis ini digunakan
untuk mengetahui mendeskripsikan variable bebas dan variable terikat yang
diteliti.
b. Analisis
Bivariat
Analisis bivariat
digunakan untuk mengetahui hubungan/korelasi antara variable bebas dan variable
terikat dengan menggunakan uji chi-square karena semua tabel yang diteliti
berskala nominal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar