Minggu, 16 Desember 2012

Hubungan Faktor Perilaku tentang Kebersihan Diri dengan Status Kecacingan pada Murid-murid SD 029 Kecamatan Samarinda Seberang Tahun 2012



ABSTRAK

Latar belakang, penyakit cacing atau yang lebih dikenal dengan kecacingan adalah merupakan masalah kesehatah di Indonesia karena tingginya angka kesakitan sering pula menimbulkan dampak kesehatan masyarakat yaitu suatu kejadian anemia dan nilai produktivitas. Penyakit ini banyak menyerang pada balita dan anak-anak usia sekolah dasar terutama yang tinggal di pedesaan dan daerah kumuh perkotaan.
Tujuan penelitian, untuk mengetahui faktor perilaku tentang kebersihan diri berhubungan dengan status kecacingan pada murid SD 029 Kecamatan Samarinda Seberang tahun 2012.
Metode penelitian, adalah analitik dengan rancangan Cross Sectional, sampelnya adalah seluruh siswa kelas I sampai dengan kelas VI dan besaran sampel sebanyak 69 orang. Lokasi penelitiannya adalah di SD 029 Kecamatan Samarinda Seberang. Penelitian menggunakan uji chi-square.
Hasil penelitian, didapatkan prevalensi kecacingan adalah 59,4% positif kecacingan. Dari hasil uji chi square faktor kebiasaan pemakaian alas kaki terdapat hubungan dengan status kecacingan dengan nilai-p sebesar 0.026, kebiasaan mencuci tangan terdapat hubungan dengan status kecacingan mempunyai nilai-p sebesar 0,032 sedangkan kebiasaan pemakaian jamban tidak ada hubungan dengan status kecacingan karena nilai-p 0,225>0,05.
Kesimpulan dan saran penelitian ini diharapkan adanya penyuluhan, pencegahan, pengobatan kecacingan penyediaan sarana air bersih di sekolah serta perlunya membiasakan hidup bersih dan sehat.







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (Depkes RI, 2006).
Kecacingan masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena disamping tingginya angka kesakitan sering pula menimbulkan dampak kesehatan masyarakat yaitu suatu kejadian anemia dan nilai produktivitas. Dalam pengamatan epidemologis dianggap ada peningkatan yang bermakna pada suatu kelompok masyarakat dalam kurun waktu tertentu sehingga dapat mengakibatkan sumber daya manusia yang tidak handal di kalangan masyarakat serta menimbulkan dampak politik dan ekonomi pada beberapa daerah (Depkes RI, 2002)
Masih tingginya angka kesakitan kecacingan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain karena kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi yang belum memuaskan, kepadatan penduduk, keadaan sosial ekonomi maupun pendidikan dan perilaku masyarakat yang secara langsung mempengaruhi kejadian kecacingan, diantaranya mencuci tangan, memakai alas kaki, kebersihan kuku. Disamping belum dilaksanakannya tatalaksana penderita kecacingan yang standar secara konsisten serta belum membudayanya pencegahan ditingkat rumah tangga dan sekolah belum optimal.
Daerah yang sering terjadi kejadian kecacingan yang tinggi biasanya terjadi didaerah yang padat penduduk dan kumuh dengan kondisi sanitasi yang kurang baik, pertambangan, termasuk di Kecamatan Samarinda Seberang dimana banyak pertambangan batu bara, industri, dan daerah yang fasilitas sanitasi yang masih kurang serta tingkat kesadaran kebersihan lingkungan yang masih kurang. Sehingga inilah yang mendorong peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan faktor perilaku tentang kebersihan diri dengan status kecacingan pada murid SD 029 Kecamatan Samarinda Seberang.

B.     Rumusan Masalah

“ Apakah faktor perilaku tentang kebersihan diri berhubungan dengan status kecacingan pada murid SD 029 Kecamatan Samarinda Seberang tahun 2012 ?”

C.     Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor perilaku tentang kebersihan diri berhubungan dengan status kecacingan pada murid SD 029 Kecamatan Samarinda Seberang.

D.    Manfaat Penelitian

1.      Manfaat bagi peneliti
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan menambah wawasan melalui penelitian lapangan.

2.      Manfaat bagi Dinas Kesehatan Kota Samarinda
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan masukan guna pengambilan keputusan dalam upaya pencegahan pemberantasan kecacingan khususnya pengelola program P2M maupun Pembina UKS di Puskesmas Kecamatan Samarinda Seberang dan Dinas Kesehatan Kota Samarinda.

3.      Manfaat pada ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Penyakit Cacingan
Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya  merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang  termasuk Nematoda usus. Sebagian besar dari Nematoda ini masih merupakan masalah  kesehatan masyarakat di Indonesia.   
Diantara Nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang penularannya  melalui  tanah (Soil Transmitted Helminths) diantaranya yang tersering adalah  Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale  dan  Trichuris trichiura  (Gandahusada, 2000).
2.1.2 Patofisiologi
Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Dapat berupa gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan (malabsorbtion). Keadaan yang serius, bila cacing menggumpal dalam usus sehingga  terjadi penyumbatan pada usus (Ileus obstructive).
Selain itu menurut Effendy yang dikutip Surat Keputusan Menteri Kesehatan  (2006) gangguan juga dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru sehingga  dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut Sindroma Loeffler.
2.1.3 Gejala Klinis dan Diagnosis
Gejala cacingan sering  dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada  permulaan mungkin ada batuk-batuk dan  eosinofilia. Anak yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak bergairah dan kurang konsentrasi belajar.  Pada anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya tampak buncit,  perut sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Biasanya anak masih dapat beraktivitas  walau sudah mengalami penuruanan kemampuan belajar dan produktivitas. Pemeriksaan  tinja sangat diperlukan untuk ketepatan diagnosis yaitu dengan menemukan  telur-telur  cacing di dalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk  menentukan beratnya infeksi (Menteri Kesehatan, 2006).
2.1.4 Epidemiologi 
Telur  A. lumbricoides  keluar bersama tinja, pada tanah yang lembab dan tidak terkena sinar matahari langsung telur tersebut berkembang menjadi bentuk infektif.  Infeksi  A. lumbricoides  terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor (Menteri Kesehatan, 2006).
2.2. Perilaku
2.1.1. Defenisi Perilaku
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau  lingkungan (Depdiknas, 2005). Dari pandangan biologis perilaku merupakan suatu  kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan.  Robert Kwick (1974), menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan  suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat  dipelajari.  (dikutip dari  Notoatmodjo, 2003).
Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi  seseorang terhadap stimulus/ rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi  melalui proses adanya organisme. Dan kemudian organisme  tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut “S-O-R” atau stimulus-organisme-respon.
2.1.2. Klasifikasi perilaku
Menurut Skinner (1938), dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus maka  perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a).  Perilaku tertutup
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon  atau reaksi  terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,  pengetahuan,  kesadaran  dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas.
b). Perilaku terbuka 
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.  Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang  dengan mudah dapat diamati atau dengan mudah dipelajari.
 Menurut Notoatmodjo (1993) bentuk operasional dari perilaku dapat  dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
1.      Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi atau  rangsangan dari luar.
2.      Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau  rangsangan dari luar.  Dalam hal ini lingkungan berperan dalam membentuk  perilaku manusia yang ada di dalamnya. Sementara itu lingkungan terdiri dari,  lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik dan akan  mencetak perilaku manusia sesuai dengan sifat dan keadaaan alam tersebut.
Sedangkan lingkungan yang kedua adalah lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan perilaku  manusia.
3.      Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa perbuatan atau  action terhadap situasi atau rangsangan dari luar.
Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan  (health related behaviour) menurut Becker (1979, dikutip dari Notoatmodjo, 2003) sebagai berikut:
1.                   Perilaku kesehatan, yaitu tindakan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan  kesehatannya.
2.                   Perilaku sakit, yakni segala tindakan seseorang yang merasa sakit untuk merasakan  dan mengenal keadaan kesehatannya termasuk juga pengetahuan individu untuk  mengidentifikasi penyakit, serta usaha mencegah penyakit tersebut.
3.                   Perilaku peran sakit, yakni segala tindakan seseorang yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.


BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan rancangan cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari hubungan antara factor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada waktu yang bersamaan.

B.     Lokasi dan Waktu Penelitian
1.      Lokasi penelitian :
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar 029 yang berada di Kelurahan Suka Maju yang merupakan wilayah padat penduduk, daerah dataran, dekat dengan lokasi tambang batu bara, dengan fasilitas sanitasi yang kurang baik.

2.      Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama satu bulan yang dilaksanakan pada bulan desember 2012

C.     Populasi dan Sampel
1.      Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian adalah murid-murid sekolah dasar 029 Kecamatan Samarinda Seberang

2.      Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan metode total populasi yaitu memeriksa sampel tinja dari seluruh murid kelas I sampai dengan kelas VI.


D.    Variable Penelitian
Variablel yang dimaksud adalah variable yang mempengaruhi terjadinya kecacingan.
1.      Variable bebas :
a.       Tidak memakai alas kaki
b.      Tidak mencuci tangan
c.       Tidak BAB di jamban
2.      Variable terikat
Status Kecacingan

E.     Defenisi Operasional dan kriteria Objektif
1.      Kecacingan
Adalah kondisi ditemukannya telur cacing pada feses penderita.
Kriteria objektif :
Kecacingan           : Hasil pemeriksaan laboratorium positif
Tidak kecacingan  : Hasil pemeriksaan laboratorium negative
2.      Pemakaian alas kaki
Adalah kebiasaan menggunakan alas kaki dalam aktivitas sehari-hari, seperti ke sekolah, bermaian di luar rumah.
Kriteria objektif :
Berisiko                 : Bila tidak memakai alas kaki ketika keluar rumah
Tidak berisiko       : Bila memakai alas kaki ketika keluar rumah
3.      Mencuci tangan
Adalah kebiasaan mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan setelah bermain dan sesudah buang air besar dengan menggunakan sabun.
Kriteria objektif :
Berisiko                 : Bila tidak mencuci tangan terlebih dahulu setelah melakukan
aktivitas seperti sebelum makan, setelah buang air besar dan setelah bermain.
Tidak berisiko       : Bila mencuci tangan terlebih dahulu setelah melakukan aktivitas
Seperti sebelum makan, setelah buang air besar, dan setelah bermain.
4.      Kebiasaan buang air besar di jamban atau WC
Adalah kebiasaan buang air besar (kotoran) di jamban atau WC
Kriteria objektif :
Berisiko                 : Bila tidak buang air besar di jamban atau WC
Tidak berisiko       : Bila membuang air besar di jamban atau WC

F.      Instrumen Penelitian
1.      Kuisioner digunakan pada saat wawancara dengan responden
2.      Alat atau bahan untuk penelitian laboratorium
a.       Lidi
b.      Kaca benda
c.       Kaca penutup
d.      Tinja yang diperiksa
e.       Mikroskop

G.    Metode pengumpulan data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

H.    Metode pengolahan data dan analisis data
1.      Pengolaha data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah menggunakan komputer program SPSS.
2.      Analisis data
a.       Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui mendeskripsikan variable bebas dan variable terikat yang diteliti.
b.      Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan/korelasi antara variable bebas dan variable terikat dengan menggunakan uji chi-square karena semua tabel yang diteliti berskala nominal.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar